perkenalkan Namaku Chandra, umur 23 tahun berasal dari Indonesia, tinggal di Medan. Ketika hari telah larut malam. Sejalan dengan itu, nafsu birahiku yang tergolong besar itu
meledak-ledak butuh penyaluran. Beberapa teman mengajakku mencari wanita
panggilan tetapi aku tidak berani. Resiko terkena penyakit mengendurkan
niatku. Terpaksa aku bermasturbasi. Sesaat aku merasa lega, tetapi
sesudah itu keinginan untuk menggeluti tubuh seorang wanita selalu
muncul di kepalaku.
Tidak terasa 3 bulan telah berlalu. Perlahan-lahan aku mulai menaruh
perhatian ke wanita-wanita lain. Beberapa teman kerja di kantor yang
masih lajang kelihatannya membuka peluang. Namun aku lebih suka memiliki
mereka sebagai teman. Karena itu tidak ada niat untuk membina hubungan
serius. Di saat keinginan untuk menikmati tubuh seorang wanita semakin
meningkat, kesempatan itu datang dengan sendirinya.
Senja itu di hari Jumat, aku pulang kerja. Sepeda motorku santai saja
kularikan di sepanjang Jalan Iskandar Muda, Gajah Mada. Maklum sudah mulai gelap dan aku
tidak terburu-buru. Di Gramedia toko buku, atau Pajak Pringgan kulihat seorang wanita
kebingungan di samping mobilnya, Suzuki Baleno. Rupanya mogok.
Kendaraan-kendaraan lain melaju lewat, tidak ada orang yang peduli. Ia
menoleh ke kiri dan ke kanan, tidak tahu apa yang hendak dilakukan.
Rupanya mencari bantuan. Aku mendekat.
“Ada yang bisa saya bantu, Mbak?” tanyaku sopan.
Ia terkejut dan menatapku agak curiga. Saya memahaminya. Akhir-akhir ini banyak kejahatan berkedok tawaran bantuan seperti itu.
“Tak usah takut, Mbak”, kataku.”Namaku Chandra. Boleh saya lihat mesinnya?”
Walaupun agak segan ia mengucapkan
terima kasih dan membuka kap mesinnya. Ternyata hanya problema
penyumbatan slang bensin. Aku membetulkannya dan mesin dihidupkan lagi.
Ia ingin membayar tetapi aku menolak. Kejadian itu berlalu begitu saja.
Tidak kuduga hari berikutnya aku bertemu lagi dengannya di Tunjungan
Plaza. Aku sedang menemani anak-anak berjalan-jalan ketika ia menyapaku.
Kuperkenalkan dia pada anak-anak. Ia tersenyum manis kepada keduanya.
“Sekali lagi terima kasih untuk bantuan
kemarin sore”, katanya,”Namaku Linda. Maaf, kemarin tidak sempat
berkenalan lebih lanjut.”
“Aku Chandra”, sahutku sopan.
Harus kuakui, mataku mulai mencuri-curi
pandang ke seluruh tubuhnya. Wanita itu jelas turunan Cina. Kontras
dengan pakaian kantor kemarin, ia sungguh menarik dalam pakaian
santainya. Ia mengenakan celana jeans biru agak ketat, dipadu dengan
kaos putih berlengan pendek dan leher rendah. Pakaiannya itu jelas
menampilkan keseksian tubuhnya. Buah dadanya yang ranum berukuran
kira-kira 38 menonjol dengan jujurnya, dipadu oleh pinggang yang
ramping. Pinggulnya bundar indah digantungi oleh dua bongkahan pantat
yang besar.
“Kok bengong”, katanya tersenyum-senyum,”Ayo minum di sana”, ajaknya.
Seperti kerbau dicocok hidungnya aku
menurut saja. Ia menggandeng kedua anakku mendahului. Keduanya tampak
ceria dibelikan es krim, sesuatu yang tak pernah kulakukan. Kami duduk
di meja terdekat sambil memperhatikan orang-orang yang lewat.
“Pacarmu tidak ikut?” tanyanya.
Aku tidak menjawab.
Akhirnya aku tahu kalau ia Janda muda ia berusia 23 tahun dan
telah menjanda selama satu setengah tahun dengan anak 1. Selama pembicaraan
itu sulit mataku terlepas dari bongkahan dadanya yang menonjol padat.
Menariknya, sering ia menggerak-gerakkan badannya sehingga buah dadanya
itu dapat lebih menonjol dan kelihatan jelas bentuknya. Beberapa kali
aku menelan air liur membayangkan nikmatnya menggumuli tubuh bahenol nan
seksi ini.
“Nggak berpikir menikah lagi?” tanyaku.
“Rasanya nggak ada yang mau sama aku”, sahutnya.
“Ah, Masak!” sahutku,”Aku mau kok, kalau
diberi kesempatan”, lanjutku sedikit nakal dan memberanikan diri.”Kamu
masih cantik dan menarik. Seksi lagi.”
“Ah, Chandra bisa aja”, katanya tersipu-sipu sambil menepuk tanganku. Tapi nampak benar ia senang dengan ucapanku.
Tidak terasa hampir dua jam kami duduk
ngobrol. Akhirnya anak-anak mendesak minta pulang. Linda, wanita itu, memberikan alamat rumah, nomor telepon dan HP-nya. Ketika akan
beranjak meninggalkannya ia berbisik,
“Saya menunggu Chandra di rumah.”
Hatiku bersorak-sorak. Lelaki mana yang
mau menolak kesempatan berada bersama wanita semanis dan seseksi Linda.
Aku mengangguk sambil mengedipkan mata. Ia membalasnya dengan kedipan
mata juga. Ini kesempatan emas. Apalagi sore itu Anita dan Marko akan
dijemput kakek dan neneknya dan bermalam di sana.
“OK. Malam nanti aku main ke rumah”, bisikku juga, “Jam tujuh aku sudah di sana.” Ia tersenyum-senyum manis.
Sore itu sesudah anak-anak dijemput
kakek dan neneknya, aku membersihkan sepeda motorku lalu mandi. Sambil
mandi imajinasi seksualku mulai muncul. Bagaimana tampang Linda tanpa
pakaian? Pasti indah sekali tubuhnya yang bugil. Dan pasti sangatlah
nikmat menggeluti dan menyetubuhi tubuh semontok dan selembut itu.
Apalagi aku sebetulnya sudah lama ingin menikmati tubuh seorang wanita
Cina. Kulitku putih dengan rambut yang back hair. Tapi.. Peduli amat. Toh ia yang mengundangku. Andaikata aku diberi
kesempatan, tidak akan kusia-siakan. Kalau toh ia hanya sekedar
mengungkapkan terima kasih atas pertolongaku kemarin, yah tak apalah.
Aku tersenyum sendiri.
Jam tujuh lewat lima menit aku berhasil
menemukan rumahnya di kawasan Margorejo itu. Rumah yang indah dan mewah
untuk ukuranku, berlantai dua dengan lampu depan yang buram. Kupencet
bel dua kali. Selang satu menit seorang wanita separuh baya membukakan
pintu pagar. Rupanya pembantu rumah tangga.
“koko Chandra?” ia bertanya, “Silahkan, Pak. Bu Linda menunggu di dalam”, lanjutnya lagi.
Aku mengikuti langkahnya dan
dipersilahkan duduk di ruang tamu dan iapun menghilang ke dalam. Selang
semenit, Linda keluar. Ia mengenakan baju dan celana santai di bawah
lutut. Aku berdiri menyambutnya.
“Selamat datang ke rumahku”, katanya.
Ia mengembangkan tangannya dan aku
dirangkulnya. Sebuah ciuman mendarat di pipiku. Ini ciuman pertama
seorang wanita ke pipiku sejak kematian isteriku. Aku berdebaran. Ia
menggandengku ke ruang tengah dan duduk di sofa yang empuk. Mulutku
seakan terkunci. Beberapa saat bercakap-cakap, si pembantu rumah tangga
datang menghantar minuman.
“Silahkan diminum, Pak”, katanya sopan, “Aku juga sekalian pamit, Bu”, katanya kepada Linda.
“Makan sudah siap, Bu. Saya datang lagi besok jam sepuluh.”
“Biar masuk sore aja, Bu”, kata Linda, “Aku di rumah aja besok. Datang saja jam tiga-an.”
Pembantu itu mengangguk sopan dan berlalu.
“Ayo minum. Santai aja, aku mandi dulu”, katanya sambil menepuk pahaku.
Tersenyum-senyum ia berlalu ke kamar
mandi. Di saat itu kuperhatikan. Pakaian santai yang dikenakannya cukup
memberikan gambaran bentuk tubuhnya. Buah dadanya yang montok itu
menonjol ke depan laksana gunung. Pantatnya yang besar dan bulat
berayun-ayun lembut mengikuti gerak jalannya. Pahanya padat dan mulus
ditopang oleh betis yang indah.
“Santai saja, anggap di rumah sendiri”, lanjutnya sebelum menghilang ke balik pintu.
Dua puluh menit menunggu itu rasanya
seperti seabad. Ketika akhirnya ia muncul, Linda membuatku terkesima.
Rambutnya yang panjang sampai di punggungnya dibiarkan tergerai.
Wajahnya segar dan manis. Ia mengenakan baju tidur longgar berwarna
cream dipadu celana berenda berwarna serupa.
Tetapi yang membuat mataku membelalak
ialah bahan pakaian itu tipis, sehingga pakaian dalamnya jelas
kelihatan. BH merah kecil yang dikenakannya menutupi hanya sepertiga
buah dadanya memberikan pemandangan yang indah. Celana dalam merah jelas
memberikan bentuk pantatnya yang besar bergelantungan. Pemandangan yang
menggairahkan ini spontan mengungkit nafsu birahiku. Kemaluanku mulai
bergerak-gerak dan berdenyut-denyut.
“Aku tahu, Chandra suka”, katanya sambil
duduk di sampingku, “Siang tadi di Iskandar Muda aku lihat mata Chandra tak pernah lepas dari buah dadaku. Tak usah khawatir, malam ini
sepenuhnya milik kita.”
Ia lalu mencium pipiku. Nafasnya
menderu-deru. Dalam hitungan detik mulut kami sudah lekat berpagutan.
Aku merengkuh tubuh montok itu ketat ke dalam pelukanku. Tangaku mulai
bergerilya di balik baju tidurnya mencari-cari buah dadanya yang montok
itu. Ia menggeliat-geliat agar tanganku lebih leluasa bergerak sambil
mulutnya terus menyambut permainan bibir dan lidahku. Lidahku menerobos
mulutnya dan bergulat dengan lidahnya.
Tangannya pun aktif menyerobot T-shirt
yang kukenakan dan meraba-raba perut dan punggungku. Membalas gerakannya
itu, tangan kananku mulai merayapi pahanya yang mulus. Kunikmati
kehalusan kulitnya itu. Semakin mendekati pangkal pahanya, kurasa ia
membuka kakinya lebih lebar, biar tanganku lebih leluasa bergerak.
Peralahan-lahan tanganku menyentuh gundukan kemaluannya yang masih
tertutup celana dalam tipis. Jariku menelikung ke balik celana dalam itu
dan menyentuh bibir kemaluannya. Ia mengaduh pendek tetapi segera
bungkam oleh permainan lidahku. Kurasakan badannya mulai menggeletar
menahan nafsu birahi yang semakin meningkat.
Tangannyapun menerobos celana dalamku
dan tangan lembut itu menggenggam batang kemaluan yang kubanggakan itu.
Kemaluanku tergolong besar dan panjang. Ukuran tegang penuh kira-kira 15
cm dengan diameter sekitar 4 cm. Senjata kebanggaanku inilah yang
pernah menjadi kesukaan dan kebanggaan isteriku. Aku yakin senjataku ini
akan menjadi kesukaan Linda. Ia pasti akan ketagihan.
“Au.. Besarnya”, kata Linda sambil mengelus lembut kemaluanku.
Elusan lembut jari-jarinya itu membuat
kemaluanku semakin mengembang dan mengeras. Aku mengerang-ngerang
nikmat. Ia mulai menjilati dagu dan leherku dan sejalan dengan itu
melepaskan bajuku. Segera setelah lepas bajuku bibir mungilnya itu
menyentuh puting susuku. Lidahnya bergerak lincah menjilatinya. Aku
merasakan kenikmatan yang luar biasa. Tangannya kembali menerobos
celanaku dan menggenggam kemaluanku yang semakin berdenyut-denyut. Aku
pun bergerak melepaskan pakaian tidurnya. Rasanya seperti bermimpi,
seorang Janda yang cantik dan seksi duduk di pahaku hanya dengan
celana dalam dan BH.
“Ayo ke kamar”, bisiknya, “Kita tuntaskan di sana.”
Aku bangkit berdiri. Ia menjulurkan
tangannya minta digendong. Tubuh bahenol nan seksi itu kurengkuh ke
dalam pelukanku. Kuangkat tubuh itu dan ia bergayut di leherku. Lidahnya
terus menerabas batang leherku membuat nafasku terengah-engah nikmat.
Buah dadanya yang sungguh montok dan lembut menempel lekat di dadaku.
Masuk ke kamar tidurnya, kurebahkan tubuh itu ke ranjang yang lebar dan
empuk. Aku menariknya berdiri dan mulai melepaskan BH dan celana
dalamnya.
Ia membiarkan aku melakukan semua itu
sambil mendesah-desah menahan nafsunya yang pasti semakin menggila.
Setelah tak ada selembar benangpun yang menempel di tubuhnya, aku mundur
dan memandangi tubuh telanjang bulat yang mengagumkan itu. Kulitnya
putih bersih, wajahnya bulat telur dengan mata agak sipit seperti
umumnya orang Cina. Rambutnya hitam tergerai sampai di punggungnya. Buah
dadanya sungguh besar namun padat dan menonjol ke depan dengan puting
yang kemerah-merahan. Perutnya rata dengan lekukan pusar yang menawan.
Pahanya mulus dengan pinggul yang bundar digantungi oleh dua bongkah
pantat yang besar bulat padat. Di sela paha itu kulihat gundukan hitam
lebat bulu kemaluannya. Sungguh pemandangan yang indah dan menggairahkan
birahi.
“Ngapain hanya lihat tok,” protesnya.
“Aku kagum akan keindahan tubuhmu”, sahutku.
“Semuanya ini milikmu”, katanya sambil merentangkan tangan dan mendekatiku.
Tubuh bugil polos itu kini melekat erat
ditubuhku. Didorongnya aku ke atas ranjang empuk itu. Mulutnya segera
menjelajahi seluruh dada dan perutku terus menurun ke bawah mendekati
pusar dan pangkal pahaku. Tangannya lincah melepaskan celanaku. Celana
dalamku segera dipelorotnya. Kemaluanku yang sudah tegang itu mencuat
keluar dan berdiri tegak. Tiba-tiba mulutnya menangkap batang kemaluanku
itu. Kurasakan sensai yang luar biasa ketika lidahnya lincah
memutar-mutar kemaluanku dalam mulutnya. Aku mengerang-ngerang nikmat
menahan semua sensasi gila itu.
Puas mempermainkan kemaluanku dengan
mulutnya ia melepaskan diri dan merebahkan diri di sampingku. Aku
menelentangkannya dan mulutku mulai beraksi. Kuserga buah dada kanannya
sembari tangan kananku meremas-remas buah dada kirinya. Bibirku mengulum
puting buah dadanya yang mengeras itu. Buah dadanya juga mengeras
diiringi deburan jantungnya. Puas buah dada kanan mulutku beralih ke
buah dada kiri. Lalu perlahan tetapi pasti aku menuruni perutnya. Ia
menggelinjang-linjang menahan desakan birahi yang semakin menggila. Aku
menjilati perutnya yang rata dan menjulurkan lidahku ke pusarnya.
“Auu..” erangnya, “Oh.. Oh.. Oh..” jeritnya semakin keras.
Mulutku semakin mendekati pangkal
pahanya. Perlahan-lahan pahanya yang mulus padat itu membuka,
menampakkan lubang surgawinya yang telah merekah dan basah. Rambut hitam
lebat melingkupi lubang yang kemerah-merahan itu. Kudekatkan mulutku ke
lubang itu dan perlahan lidahku menyuruk ke dalam lubang yang telah
basah membanjir itu. Ia menjerit dan spontan duduk sambil menekan
kepalaku sehingga lidahku lebih dalam terbenam. Tubuhnya
menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan. Pantatnya menggeletar hebat
sedang pahanya semakin lebar membuka.
“Aaa.. Auu.. Ooo..”, jeritnya keras.
Aku tahu tidak ada sesuatu pun yang
bakalan menghalangiku menikmati dan menyetubuhi si canting bahenon nan
seksi ini. Tapi aku tak ingin menikmatinya sebagai orang rakus. Sedikit
demi sedikit tetapi sangat nikmat. Aku terus mempermainkan klitorisnya
dengan lidahku. Tiba-tiba ia menghentakkan pantatnya ke atas dan
memegang kepalaku erat-erat. Ia melolong keras.
Pada saat itu kurasakan banjir cairan
vaginanya. Ia sudah mencapai orgasme yang pertama. Aku berhenti sejenak
membiarkan ia menikmatinya. Sesudah itu mulailah aku menjelajahi kembali
bagian tersensitif dari tubuhnya itu. Kembali erangan suaranya
terdengar tanda birahinya mulai menaik lagi. Tangannya terjulur
mencari-cari batang kejantananku. Kemaluanku telah tegak sekeras beton.
Ia meremasnya. Aku menjerit kecil, karena nafsuku pun sudah diubun-ubun
butuh penyelesaian.
Kudorong tubuh bahenon nan seksi itu
rebah ke kasur empuk. Perlahan-lahan aku bergerak ke atasnya. Ia membuka
pahanya lebar-lebar siap menerima penetrasi kemaluanku. Kepalanya
bergerak-gerak di atas rambutnya yang terserak. Mulutnya terus menggumam
tidak jelas. Matanya terpejam. Kuturunkan pantatku. Batang kemaluanku
berkilat-kilat dan memerah kepalanya siap menjalankan tugasnya.
Kuusap-usapkan kemaluanku di bibir kemaluannya. Ia semakin menggelinjang
seperti kepinding.
“Cepat.. Cepat.. Aku sudah nggak tahan!” jeritnya.
Kuturunkan pantatku perlahan-lahan. Dan.. BLESS!
Kemaluanku menerobos liang senggamanya
diiringi jeritannya membelah malam. Tetangga sebelah mungkin bisa
mendengar lolongannya itu. Aku berhenti sebentar membiarkan dia
menikmatinya. Lalu kutekan lagi pantatku sehingga kemaluanku yang
panjang dan besar itu menerobos ke dalam dan terbenam sepenuhnya dalam
liang surgawi miliknya. Ia menghentak-hentakkan pantatnya ke atas agar
lebih dalam menerima diriku. Sejenak aku diam menikmati sensasi yang
luar biasa ini. Lalu perlahan-lahan aku mulai menggerakkan kemaluanku.
Balasannya juga luar biasa.
Dinding-dinding lubang kemaluannya
berusaha menggenggam batang kemaluanku. Rasanya seberti digigit-gigit.
Pantatnya yang bulat besar itu diputar-putar untuk memperbesar rasa
nikmat. Buah dadanya tergoncang-goncang seirama dengan genjotanku di
kemaluannya. Matanya terpejam dan bibirnya terbuka, berdesis-desis
mulutnya menahankan rasa nikmat. Desisan itu berubah menjadi erangan
kemudian jeritan panjang terlontar membelah udara malam. Kubungkam
jeritannya dengan mulutku. Lidahku bertemu lidahnya. Sementara di bawah
sana kemaluanku leluasa bertarung dengan kemaluannya, di sini lidahku
pun leluasa bertarung dengan lidahnya.
“OH..”, erangnya, “Lebih keras sayang, lebih keras lagi.. Lebih keras.. Oooaah!”
Tangannya melingkar merangkulku ketat.
Kuku-kukunya membenam di punggungku. Pahanya semakin lebar mengangkang.
Terdengar bunyi kecipak lendir kemaluannya seirama dengan gerakan
pantatku. Di saat itulah kurasakan gejala ledakan magma di batang
kemaluanku. Sebentar lagu aku akan orgasme.
“Aku mau keluar, Linda”, bisikku di sela-sela nafasku memburu.
“Aku juga”, sahutnya, “Di dalam sayang. Keluarkan di dalam. Aku ingin kamu di dalam.”
Kupercepat gerakan pantatku. Keringatku
mengalir dan menyatu dengan keringatnya. Bibirku kutekan ke bibirnya.
Kedua tanganku mencengkam kedua buah dadanya. Diiringi geraman keras
kuhentakkan pantatku dan kemaluanku membenam sedalam-dalamnya. Spermaku
memancar deras. Ia pun melolong panjang dan menghentakkan pantatnya ke
atas menerima diriku sedalam-dalamnya. Kedua pahanya naik dan membelit
pantatku. Ia pun mencapai puncaknya. Kemaluanku berdenyut-denyut
memuntahkan spermaku ke dalam rahimnya. Inilah orgasmeku yang pertama di
dalam kemaluan seorang wanita sejak kematian isteriku. Dan ternyata
wanita itu adalah Linda yang cantik bahenol dan seksi.
Sekitar sepuluh menit kami diam membatu
mereguk semua detik kenikmatan itu. Lalu perlahan-lahan aku mengangkat
tubuhku. Aku memandangi wajahnya yang berbinar karena birahinya telah
terpuaskan. Ia tersenyum dan membelai wajahku.
“Chandra, kamu hebat sekali, sayang”, katanya, “Sudah lebih dari setahun aku tidak merasakan lagi kejantanan lelaki seperti ini.”
“Linda juga luar biasa”, sahutku, “Aku
sungguh puas dan bangga bisa menikmati tubuhmu yang menawan ini. Linda
tidak menyesal bersetubuh denganku?”
“Tidak”, katanya, “Aku malah berbangga
bisa menjadi wanita pertama sesudah kematian isterimu. Mau kan kamu
memuaskan aku lagi nanti?”
“Tentu saja mau”, kataku, “Bodoh kalau nolak rejeki ini.” Ia tertawa.
“Kalau kamu lagi pingin, telepon saja aku,” lanjutnya, “Tapi kalau aku yang pingin, boleh kan aku nelpon?”
“Tentu.. Tentu..”, balasku cepat.
“Mulai sekarang kamu bisa menyetubuhi aku kapan saja. Tinggal kabarkan”, katanya.
Hatiku bersorak ria. Aku mencabut
kemaluanku dan rebah di sampingnya. Kurang lebih setengah jam kami
berbaring berdampingan. Ia lalu mengajakku mandi. Lapar katanya dan
pingin makan.
Malam itu hingga hari Minggu siang
sungguh tidak terlupakan. Kami terus berpacu dalam birahi untuk
memuaskan nafsu. Aku menyetubuhinya di sofa, di meja makan, di dapur, di
kamar mandi dalam berbagai posisi. Di atas, di bawah, dari belakang.
Pendek kata hari itu adalah hari penuh kenikmatan birahi. Dapat ditebak,
pertemuan pertama itu berlanjut dengan aneka pertemuan lain.
Kadang-kadang kami mencari hotel tetapi terbanyak di rumahnya. Sesekali
ia mampir ke tempatku kalau anak-anak lagi mengunjungi kakek dan
neneknya. Pertemuan-pertemuan kami selalu diisi dengan permainan birahi
yang panas dan menggairahkan.
Satu malam di kamar tidurnya. Setelah beberapa kali orgasme iseng aku menggodanya.
“Linda”, kataku, “Betapa beruntungnya
aku yang berkulit gelap ini bisa menikmati tubuhmu bahenol, seksi, putih
dan mulus seorang wanita Chinese.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar